BANDUNGPUBER. COM, Bandung, Kajian Surah Adz- Dzariyat Ayat 56 : Aktualisasi Nilai ketulusan dan Ketundukan dalam Beribadah Kepada Allah SWT, itulah tema yang diangkat dalam Kajian Ahad kali ini.
Berikut Kajian Ust. H. Sofyan Sauri, yang redaksi himpun,
Dalam Qur’an Surah Dzariat Ayat 56, Allah berfirman “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat : 56).
Dalam Tafsir as-Sa’di Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia dan Allah mengutus semua rasul untuk menyeru kepada tujuan tersebut.
Tujuan tersebut adalah menyembah Allah yang mencakup berilmu tentang Allah, mencintai-Nya, kembali kepada-Nya, menghadap kepada-Nya dan berpaling dari selain-Nya.
Semua tujuan itu tergantung pada ilmu tentang Allah, sebab kesempurnaan ibadah itu tergantung pada ilmu dan ma’rifatullah. Semakin bertambah pengetahuan seorang hamba terhadap Rabbnya, maka ibadahnya akan semakin sempurna.
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi mengatakan: “(Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku) pengertian dalam ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan kenyataan, bahwa orang-orang kafir tidak menyembah-Nya.
Dalam surah Adz-Dzariyat ayat 56 secara tersirat memberikan pesan tentang tujuan pendidikan, yaitu membentuk manusia yang taat, tulus, tunduk dan patuh, khususnya kepada sang Pencipta.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir mengatakan: “Sesungguhnya Aku menciptakan mereka agar Aku memerintahkan mereka untuk menyembah-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA: ‘melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) Yakni agar mereka mengakui kehambaan mereka kepada-Ku, baik dengan sukarela maupun terpaksa’.
Demikianlah menurut apa yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Menurut Ibnu Juraij, makna yang dimaksud ialah melainkan supaya mereka mengenal-Ku.
Nilai-Nilai Pendidikan
-Pertama : Mendidik hamba-Nya agar beriman dan hanya menyembah Allah
-Kedua : Mengajarkan nilai ketulusan dan ketundukan dalam menyembah Allah
-Ketiga : Menumbuhkan rasa cinta kepada Allah dan senantiasa mendekat kepada-Nya dengan memperbaiki akhlak mulia.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyebutkan dalam kitab Madaariju As Salikin bahwa “ibadah” yang sempurna itu harus menggabungkan dua hal sekaligus secara bersamaan, yaitu :
- Yang pertama adalah cinta
- Yang kedua adalah tunduk
Artinya, kita belum menjadi hamba Allah yang benar kecuali kita telah beribadah dengan penuh cinta dan penuh ketundukan kepada Allah SWT.
Ibnul Qayyim berkata, “Bila engkau mencintai Allah tapi engkau tidak tunduk kepada-Nya, maka engkau bukanlah hamba-Nya. Jika engkau tunduk kepada-Nya tapi engkau tidak mencintai-Nya, maka engkau bukanlah hamba-Nya. Engkau baru seorang hamba yang benar bila mencintaiNya dan tunduk kepadaNya”.
Hakikat ibadah adalah tunduk dan taat kepada Allah SWT untuk melaksakan segala perintahnya dan menjauhi yang dilarang-Nya. Ini menunjukkan bahwa jin dan manusia harus mengikuti aturan-Nya.
Di dalam surah Adz Dzariyat ayat 56 menunjukkan penjelasan mengenai pendidikan khususnya di dalam Islam. Pendidikan menurut ayat ini bertujuan membentuk manusia yang memahami dan mengenal Tuhan. Ini yang akan mengantarkan manusia pada keimanan yang akan menjaga manusia agar tetap berada dalam ketaatan.
Dalam dunia tasawuf Islam terdapat ungkapan yang menyatakan ‘Kenalilah dirimu, maka kamu (akan) mengenal Tuhanmu’.
Pengenalan terhadap diri sendiri akan mengantarkan manusia untuk mengenal tuhannya sebagai Pencipta.
Indikasi ibadah adalah ketulusan, kesetiaan, kepatuhan dan penghormatan serta penghargaan kepada Allah SWT. serta dilakukan tanpa adanya batasan waktu.
Allah berfirman:
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tuhanku memerintahkan aku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) di setiap masjid dan berdoalah kepada-Nya dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya. Kamu akan kembali kepada-Nya sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan.” (QS. Al-’Araf : 29).
Siapa Orang yang Beruntung dan Sukses?
Kesuksesan dan keberuntungan bukanlah hanya mereka yang banyak harta, tinggi jabatan dan semua dimiliki akan tetapi seseorang yang selama hidupnya dapat beriman kepada Allah,rajin bersyukur serta meninggal dalam keadaan husnul khatimah, serta mendapat ampunan dan rida dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (QS. Al-Mu’minuun : 1)
Rasulullah Saw. Bersabda:
“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) barangsiapa yang Allâh dan Rasûl-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allâh. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allâh menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” (HR imam Bukhari no. 16).
Rasulullah Saw. bersabda :
Akan datang kepada manusia suatu masa, (ketika itu) orang yang bersabar menjalankan agamanya di antara mereka seperti orang yang memegang bara api. (HR. at-Tirmidzi no. 2260).
Amru Bin Taghlib adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad Saw. yang namanya tercatat dalam deretan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Beliau merupakan contoh sahabat Rasulullah yang memiliki keikhlasan atas amal yang diperbuatnya.
Lantas Rasulullah pun menjelaskan tentang mengapa ada sebagian orang diberi harta rampasan perang dan sebagian lainnya tak mendapatkan apapun. Rasul menjelaskan sebagian orang diberikan harta rampasan perang itu karena dalam hatinya masih terdapat keluh kesah dan ketakutan terhadap kehidupan dunia.
Sementara Rasullulah menjelaskan bahwa orang-orang yang tidak mendapatkan bagian harta rampasan perang itu lebih disenangi dan dicintai.
Rasulullah menjelaskan di antara orang-orang yang tidak mendapatkan harta rampasan itu ada yang hatinya senantiasa diberikan Allah dengan kecukupan dan kebaikan, Rasulullah menyebut salah satu orang itu adalah Amru bin Taghlib.
Penjelasan Rasulullah itu pun terdengar beberapa saat oleh Amru bin Taghlib. Ia pun mengatakan ucapan Rasulullah lebih dicintainya dan tak ingin menukarnya dengan unta-unta merah yakni jenis unta yang paling bagus dan mahal.
Dalam Syarah Riyadhus Shalihin menjelaskan keutamaan Amru bin Taghlib yakni mengajarkan pada seorang muslim untuk ridha terhadap rizki yang diterima tanpa harus meminta dan memaksa. Dari kisah itu juga dapat dipetik hikmah bahwa harta kekayaan dan kenikmatan dunia bukan merupakan tolak ukur kemuliaan dan kehormatan seseorang.
Penutup,
“Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat, Engkau adalah pemberi rahmat yang terbaik.”
(QS. Al-Mu’minun : 109).
Editor: Beny.