BandungPunyaBerita. Com, Kota Bandung – Kajian Ahad edisi 29 September 2024 bersama Ust. Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd, terkait isi dari Surah An-Nahl Ayat 90 : ۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ٩٠.
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat. (QS. An-Nahl : 90).
Berikut penjelasan ust Sofyan yang dirangkum oleh redaksi BandungPuber. Com dengan tema “Mengembalikan Nilai-Nilai Integritas Kepemimpinan sebagai Jawaban Menghadapi Krisis Akhlak Bangsa”.
Interpretasi Para Mufasir
-Tafsir Li Yaddabbaru Ayatih
Al-Ihsan dalam ayat ini kedudukannya di atas al-‘Adl, karena al-‘Adl adalah memberikan hak orang lain yang menjadi beban baginya dan mengambil sesuatu yang juga menjadi hak miliknya.
Sedangkan al-Ihsan adalah memberi sesuatu di atas jumlah yang diwajibkan dan mengambil sesuatu lebih sedikit dari jumlah yang menjad haknya, maka kesimpulannya adalah bahwasanya menegakkan keadilah merupakan kewajiban, dan memberikan kebaikan merupakan anjuran; oleh karena itu Allah meninggikan balasan bagi pelaku kebaikan.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah
Allah memerintahkan untuk berbuat keadilan dan kebaikan dalam beribadah kepada Allah dengan menunaikan hak-hak manusia dengan perkataan dan perbuatan yang baik.
Dan Allah memerintahkan untuk berbuat baik terhadap para kerabat, dan melarang perbuatan dan perkataan yang buruk, serta kezaliman dan permusuhan.
Hal ini agar kalian mengambil pelajaran dari hukum-hukum yang ditetapkan Allah.
Nilai-Nilai Pedagogis
- Keadilan dalam Kepemimpinan
- Surah An-Nahl Ayat 90 menekankan pentingnya keadilan sebagai prinsip utama dalam memimpin. Keadilan mencakup keputusan yang adil dan tidak memihak, serta kebijakan yang memperlakukan semua orang dengan setara. Dalam konteks pendidikan, nilai ini mengajarkan pentingnya bersikap adil terhadap semua siswa tanpa pandang bulu dan memperlakukan mereka dengan setara.
- Kebaikan dan Kemurahan Hati
- Ayat ini juga menekankan pentingnya berbuat baik (ihsan) dalam segala aspek kehidupan. Dalam pendidikan, ini mengajarkan para siswa untuk selalu melakukan yang terbaik, baik dalam belajar maupun berinteraksi dengan orang lain. Para guru juga didorong untuk menunjukkan kasih sayang dan keikhlasan dalam mendidik.
- Menjaga Diri dari Perbuatan Keji dan Munkar
Ayat ini melarang perbuatan keji dan munkar, yang mencakup tindakan-tindakan tidak bermoral. Dalam pendidikan, nilai ini dapat diterapkan dengan menanamkan pentingnya menjauhi perilaku negatif seperti kecurangan, kebohongan, dan ketidakjujuran. Guru dapat mengajarkan etika kepada siswa dengan memberikan teladan yang baik.
- Kepemimpinan yang Berintegritas
- Mengembalikan nilai-nilai kepemimpinan yang berintegritas berarti menanamkan pentingnya kejujuran, tanggung jawab, dan komitmen dalam menjalankan tugas. Dalam pendidikan, ini dapat diterapkan dengan memberikan siswa tanggung jawab dan peran kepemimpinan di dalam kelas atau organisasi sekolah, sehingga mereka belajar memimpin dengan nilai-nilai tersebut.
Krisis akhlak yang tengah melanda bangsa merupakan tantangan serius yang membutuhkan solusi komprehensif.
Salah satu kunci untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memperkuat nilai-nilai integritas dalam kepemimpinan.
Pemimpin yang berintegritas akan menjadi contoh bagi masyarakat. Tindakan dan sikapnya akan menginspirasi orang lain untuk berperilaku baik.
Beberapa faktor yang menyebabkan krisis akhlak antara lain:
- Lemahnya pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai moral sejak dini.
- Pengaruh media sosial seperti konten negatif dan hoaks yang mudah diakses.
- Tindakan korupsi dan pelanggaran hukum oleh pejabat publik.
- Krisis ekonomi yang sulit sehingga mendorong seseorang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma.
- Lemahnya penegakan hukum membuat orang merasa tidak takut untuk melakukan pelanggaran.
Demikian hadirnya pemimpin yang memiliki nilai-nilai integritas adalah jawaban menghadapi krisis akhlak bangsa.
Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling mulia akhlaknya,”
[HR Bukhari: 6035, Muslim: 2321, Ahmad: 6505]
Dengan tegaknya pemimpin yang berintegrasi maka rakyatnya akan terbenahi dan mengikuti suri tauladan yang dijadikan panutan.
Makna Kepemimpinan
Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan dua elemen yang saling berkaitan. Artinya, kepemimpinan merupakan cerminan dari karakter/perilaku pemimpinnya.
Kepemimpinan dalam Islam bukanlah sekadar jabatan atau kekuasaan, melainkan amanah besar yang diberikan oleh Allah SWT. Seorang pemimpin muslim dituntut untuk menjadi teladan, mengayomi, dan membawa umat menuju kebaikan.
Allah Berfirman:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ٣٠
Artinya: (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah : 30)
Integritas adalah fondasi yang kokoh bagi seorang pemimpin. Ini adalah kualitas yang menjamin konsistensi antara ucapan dan tindakan, nilai dan perilaku. Seorang pemimpin yang berintegritas akan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan keadilan.
Seorang pemimpin yang berintegritas akan mampu:
- Membangun kepercayaan
- Meningkatkan kinerja
- Mencegah korupsi
- Memperkuat persatuan
- Membangun akhlak mulia
Pemimpin yang integritas akan membawa perubahan positif dan menangani krisis akhlak bangsa karena pemimpin yang memiliki integritas tidak akan memutuskan dengan hawa nafsunya tapi dengan kebenaran dan akhlak mulia.
Allah berfirman :
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢ بِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِࣖ ٢٦
Artinya :
(Allah berfirman,) “Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan.”(QS. Shad : 26)
Dalam Tafsir Al-Wajiz, ayat ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus bersikap adil, amanah, dan mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
Seorang pemimpin yang memiliki nilai integritas akan menciptakan lingkungan saling mencintai dan saling mendoakan di antara umatnya. Rasulullah Saw bersabda :
خِيارُ أئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ ويُحِبُّونَكُمْ، ويُصَلُّونَ علَيْكُم وتُصَلُّونَ عليهم، وشِرارُ أئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ ويُبْغِضُونَكُمْ، وتَلْعَنُونَهُمْ ويَلْعَنُونَكُمْ
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR. Imam Muslim).
Nilai-Nilai Integritas Kepemimpinan
- Adil
Allah berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًاࣖ ٥٩
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).
(QS. An-Nisa’ : 59)
- Amanah
Allah berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٢٧
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul serta janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.
(QS. Al-Anfal : 27)
- Jujur
Rasulullah Saw bersabda :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
Artinya : Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).’ (HR. Al-Bukhâri no. 6094)
- Pema’af
Allah berfirman :
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤
(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Ali Imran : 134)
Kisah Teladan
Kisah Sayyidina Umar bin Khattab dalam kitab Tharaiful Khulafa wal Muluk halaman 16 , beliau merupakan sosok pemimpin yang sangat adil. Baginya menjadi seorang kepala negara bukan sebuah privilege yang membuatnya merasa lebih istimewa dibanding rakyat biasa, tapi ada amanah besar yang menjadi harus diembannya betul-betul.
Salah satu langkah yang Umar lakukan untuk menegakkan keadilan memastikan keadaan rakyatnya baik-baik saja di tengah paceklik yang melanda pada masa pemerintahannya dengan berpatroli dari satu rumah penduduk ke rumah lainnya. Hingga suatu malam, ia berkeliling untuk melakukan pemantauan. Saat itu dia pergi seorang diri.
Zaid bin Aslam yang melihat Sang Khalifah lantas meminta izin untuk mendampinginya. “Izinkan aku untuk mendampingimu, wahai Amirul Mu’minin,” pinta Zaid. “Ya, silakan,” jawab Umar.
Mereka berdua berkeliling kota Madinah dan sekitarnya. Hingga sampai di luar Madinah, tampak dari kejauhan sebuah cahaya. “Sepertinya di sana ada musafir (orang yang sedang melakukan perjalanan),” kata Zaid.
Penasaran, keduanya pun mendekati sumber cahaya itu. Ternyata itu adalah nyala api milik wanita janda tua dengan tiga anak kecil yang semuanya sedang menangis. Wanita itu sedang memasak sesuatu di panci sambil menyumpahi Umar dalam doanya. “Wahai Tuhanku, berilah balasan terhadap Umar. Ia telah berbuat dzalim. Enak saja, kami rakyatnya kelaparan sementara dia hidup serba berkecukupan,” kata si wanita.
Mendengar ucapan wanita itu, Umar pun menghampirinya dan mengucapkan salam. “Bolehkah kami masuk?” kata Umar dengan lembut. “Silakan,” jawab si wanita. Dia tidak tahu bahwa lelaki yang menghampirinya adalah Sang Khalifah. Umar menanyakan tentang kondisinya dan keadaan anak-anaknya.
Kami datang dari jauh. Aku dan anak-anakku kelaparan. Aku tidak punya apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa,” terang wanita itu dengan nada sendu.
“Lalu, apa yang kau masak di panci ini?”
“Itu hanya air mendidih. Agar anak-anak mengira aku sedang memasak makanan. Dengan begitu mereka akan terhibur.”
Mendengar semua itu, Umar sangat malu, sedih, dan tentu merasa sangat berdosa. Ia pun berpamit untuk pergi dan menuju ke sebuah toko untuk membeli banyak sembako (riwayat lain menyebut ia menuju baitul mal). Ia meminggulnya menuju kediaman wanita tadi.
“Wahai Amirul Mu’minin, turunkan bawaanmu, biar aku saja yang memikulnya,” pinta Zaid.
“Jangan, biar aku saja yang membawanya. Anggap saja aku sedang memikul dosa-dosaku, juga semoga menjadi penghalang dikabulkannya doa wanita itu tadi,” tegas Umar. Ia terus menangis karena sangat merasa berdosa
Sesampainya di rumah wanita, Umar memberikan semua sembako itu. “Semoga Allah memberimu balasan terbaik,” kata si wanita.
Tidak hanya sampai di situ. Umar pun ikut memasakkan untuk mereka. Setelah makanan siap, Umar mempersilakan mereka untuk menikmatinya. “Silakan, sekarang kalian semua bisa makan,” kata Umar, senyumnya melebar melihat wajah-wajah mereka yang tidak lagi murung.
“Ibu, mulai sekarang tidak perlu lagi mendoakan keburukan untuk Umar, ya. Mungkin dia belum mendengar kabar ada kalian kelaparan di sini,” kata Umar dengan lembut.
Demikian Kajian Ahad edisi 29 September semoga bermanfaat.
Penutup Do’a
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlak, amal dan hawa nafsu yang mungkar” (HR. Tirmidzi no. 3591)
Editor: Beny