BANDUNGPUBER. COM,- Debat cawapres yang berlangsung tadi malam telah mengklarifikasi siapa sebenarnya sosok yang mampu tampil dengan cerdas. Meski demikian, perlu diungkapkan bahwa debat tersebut juga memberikan gambaran tentang matinya nalar akademisi dan matinya moral calon wakil presiden.
Dalam debat tersebut, terdapat beberapa kandidat yang tampil dengan gaya bicara yang tidak rasional dan nalar yang tidak terlatih. Namun, ada satu sosok yang berhasil membedakan dirinya dari yang lainnya. Sosok ini adalah Gibran, yang tampil cerdas, lugas, dan apa adanya. Dia berhasil memberikan solusi konkret dan tidak terlalu terjebak dalam sakit hati dan kepentingan pribadi.
Debat cawapres semalam telah menunjukkan bahwa ada kecenderungan matinya nalar akademisi di tengah-tengah masyarakat yang semakin terbelakang. Meski memiliki pengalaman akademik yang panjang, Paslon no.1 dan No.3 yang turut serta dalam debat tersebut cenderung terjebak dalam retorika kosong tanpa memberikan solusi yang praktis. Mereka seolah-olah terlalu terikat dengan teori tanpa bisa melihat realitas yang ada di lapangan.
Selain itu, debat tersebut juga menggambarkan matinya moral calon wakil presiden dari Paslon No.1 dan No.3 di tengah-tengah politik yang penuh intrik dan kepentingan. Paslon No.1 dan No.3 kandidat yang mengaku memiliki integritas moral yang tinggi ternyata lebih banyak terjebak dalam permainan politik daripada memberikan solusi yang sesuai dengan kebutuhan Bangsa Indonesia. Mereka lebih memilih bermain dengan cara konspirasi hanya untuk menjatuhkan seorang Pemuda yang bernama Gibran Rakabuming Raka dan mereka tidak berani menyuarakan kebenaran dan keadilan.
Yang membedakan Gibran dengan kandidat lainnya adalah kemampuannya untuk memberikan ide dan gagasan yang berhubungan dengan perkembangan dunia saat ini. Dia mampu melihat mana yang perlu diperbaiki dan memberikan solusi yang kreatif. Gibran tidak terjebak dalam retorika kosong atau dendam kesumat politik. Dia berani menyuarakan kebenaran meski itu mungkin tidak populer.
Debat cawapres semalam memberikan gambaran tentang betapa pentingnya memiliki nalar akademisi dan moral dalam memimpin negara. Tanpa adanya nalar akademisi, seseorang cenderung terjebak dalam retorika kosong dan tidak mampu memberikan solusi konkret. Sementara itu, tanpa adanya moral, seseorang cenderung terjebak dalam politik pragmatis dan kepentingan pribadi.
Sebagai masyarakat, kita perlu lebih selektif dalam memilih pemimpin yang mampu menggabungkan nalar akademisi dan moral. Debat tidak semata-mata tentang kemampuan retorika seseorang, tetapi juga tentang kemampuan memberikan solusi yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Gibran adalah contoh yang baik tentang bagaimana seorang pemimpin harus tampil cerdas, memberikan solusi konkret, dan memiliki integritas moral yang baik.
Dalam menghadapi perkembangan dunia saat ini, kita membutuhkan pemimpin yang mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan memberikan solusi yang kreatif. Kita tidak bisa terus terjebak dalam retorika kosong atau politik pragmatis yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi. Dalam debat cawapres semalam, Gibran berhasil menunjukkan bahwa dia adalah calon yang mampu menggabungkan nalar akademisi dan moral dengan baik.
Dalam memilih pemimpin, kita harus melihat bukan hanya kemampuan retorika seseorang, tetapi juga nilai-nilai yang dia usung. Gibran adalah contoh yang baik tentang bagaimana seorang pemimpin harus memiliki nalar akademisi yang baik, mampu memberikan solusi konkret, dan memiliki integritas moral yang tinggi. Dengan pemimpin seperti itu, kita dapat memiliki masa depan yang lebih baik.
Suara saya saat ini untuk Paslon No.2 Prabowo Gibran
Suara saya adalah suara untuk kebaikan dan kemajuan Indonesia
Bagaimana dengan suara anda? Jangan salah pilih.
Nasib Bangsa ada di tangan kita semua sebagai pemegang suara kekuasaan tertinggi.
Mari kita berikan mandat kepada pasangan yang paling realistis, paling ikhlas, paling tulus.
Kami cari Presiden dan Wakil Presiden yang bisa bekerja dan berdaya saing.
Bukan calon yang di perdaya oleh bangsa asing dan di jadikan boneka partai.
Sorry yeeee.. (Eky).