BandungPuber. Com -– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeksekusi 2 terpidana dalam kasus Korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017, yaitu Djoko Saputro yang pada saat itu menjabat selaku Direktur Utama dan Andririni Yaktianingsasi selaku Psikolog pelaksana pekerjaan dan atas keduanya telah diputus dan berkekuatan hukum tetap.
Namun ada hal yang berbeda dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung antara keduanya, dalam hal terpenuhinya unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dimana dalam Putusan Djoko Saputro, Majelis Hakim tidak menyertakan Pasal tersebut, lain halnya dalam Putusan Terdakwa Andririni yang menyertakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Andririni dipidana pertama Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, yaitu berupa 4 tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp 400 juta dan uang pengganti sebesar Rp 2,6 miliar.
Terpenuhinya Unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam pertimbangan majelis hakim adalah berdasarkan fakta-fakta persidangan bahwa Terdakwa Andririni tidak berdiri sendiri dalam mewujudkan perbuatan yang dilakukan, melainkan dilakukan bersama-sama dengan Djoko Saputro, selaku Dirut PJT II dan pihak lainnya yaitu Andrijanto, ST selaku Kadiv Perencanaan Strategis dan Litbang PJT II, Esthi Pambangun selaku Manager Organisasi dan Pembangunan SDM, Endarta Dwi P selaku Manager ULP PJT II dan Sutisna selaku Direktur Utama PT.
BMEC, namun hingga kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengumumkan kelanjutan proses hukum terhadap pihak lainnya tersebut.
Terkait hal tersebut melalui sambungan whatsapp, Ketua Umum Serikat Karyawan Perum Jasa Tirta II, Iir Syahril Mubarok mengatakan pihaknya yakin KPK akan tetap bekerja secara profesional dengan menindaklanjuti hasil putusan yang telah Incraht tersebut dan sepertinya akan berpotensi menjadi Terpidana baru.
” Kalau teman-teman mencermati jalannya persidangan jelas kok peran mereka yang terlibat seperti apa? Ini bisa jadi ada terpidana baru,” bebernya.
Dikutip dari berbagai sumber, kasus ini bermula sewaktu Djoko Saputro menjabat Dirut Perum Jasa Tirta II pada 2016. Saat itu Joko meminta adanya tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporat yang tadinya sebesar Rp 2,8 miliar menjadi Rp 9,55 miliar.
Selanjutnya Andririni ditunjuk Djoko sebagai pelaksana proyek itu. Dan dalam realisasinya anggaran hanya mencapai Rp 5.564.413.800.
Untuk melaksanakan pekerjaan Andririni menggunakan bendera perusahaan PT BMEC dan PT 2001 Pangripta.
Sementara itu ada beberapa pelanggaran hukum yang diduga dilakukan Djoko dan Andririni.
Mulai dari pencatutan nama-nama ahli dalam kontrak yang diduga untuk formalitas semata, rekayasa pelaksanaan lelang serta membuat penanggalan mundur dokumen administrasi.
Berdasarkan keterangan KPK atas praktek korupsi tersebut kerugian negara diperkirakan mencapai 3,6 miliar rupiah.
Editor: Beny