BandungPunyaBerita. Com, Kota Bandung – Kajian Ahad edisi 28 Juli 2024, bersama Ust. Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd, yang membahas terkait isi dari surah Al- Qasash Ayat 83 yaitu, Menguatkan Akidah Sebagai Pondasi dalam Mengejar Jabatan dan Kedudukan Dunia yang Fana, berikut yang redaksi rangkum.
Dalam keterangannya Ust. Sofyan menjelaskan tentang landasan Teologis tentang ayat diatas,
تِلْكَ الدَّارُ الْاٰخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لَا يُرِيْدُوْنَ عُلُوًّا فِى الْاَرْضِ وَلَا فَسَادًاۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ
Artinya: Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Kesudahan (yang baik, yakni surga) itu (disediakan) bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Qasash : 83).
Dan berikut Interpretasi Para Mufasir tentang makna Surah Al- Qasash : 83 disebutkan,
Dalam Tafsir Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir
Makna (negeri akhirat itu) yakni kemuliaan, kedudukan, dan kenikmatan yang ada di sana adalah yang diberikan di surga.
Isyarat dengan tilka adalah untuk memuliakan dan mengagungkan balasan di surga, berbanding terbalik dengan penghinaan terhadap kenikmatan dunia yang diberikan kepada Qarun dan orang-orang semisalnya.
Makna (kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri di muka bumi) yakni angkuh dan sombong terhadap orang-orang beriman.
Makna (dan berbuat kerusakan) yakni melakukan kemaksiatan kepada Allah di dunia.
Adapun berbuat kerusakan telah jelas itu dilarang dalam keadaan apapun. Sedangkan derajat yang tinggi itu dilarang jika berupa kesombongan dengan meremehkan orang lain dan menzalimi mereka. Adapun keinginan untuk meraih derajat yang tinggi dalam kebenaran dan agama atau rasa suka kepada pakaian, kendaraan, dan tempat tinggal yang bagus tidak termasuk dalam larangan ini.
Sementara dalam Tafsir Ash-Shaghir menyebutkan,
Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri} sombong {dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Kesudahan itu bagi orang-orang yang bertakwa.
Berikutnya Tafsir Ibnu Katsir, menyatakan.
Allah SWT menyebutkan bahwa akhirat dan kenikmatan yang kekal yang tidak berubah dan tidak lenyap, dia menjadikannya bagi hamba-hambaNya yang beriman dan merendah, yaitu mereka yang tidak menghendaki bersikap angkuh di muka bumi, yaitu tidak bersikap angkuh, sombonng, sewenang-wenang, dan menimbulkan kerusakan kepada makhluk Allah. Sebagaimana yang dikatakan Ikrimah, bahwa makna “al-uluwwu” adalah menyombongkan diri.
Sa’id bin Jubair, berkata bahwa “al-uluwwu” adalah sewenang-wenang.
Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri meriwayatkan dari Manshur, dari Muslim Al-Bathin, bahwa makna yang dimaksud adalah menyombongkan diri tanpa alasan yang dibenarkan dan berbuat kerusakan dengan mengambil harta tanpa alasan yang dibenarkan.
Ibnu Juraij berkata tentang firmanNya: (orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri di (muka) bumi) yaitu bersikap angkuh dan bertindak sewenang-wenang (dan tidak (pula) berbuat kerusakan) yaitu mengerjakan perbuatan maksiat.
Nilai-Nilai Pendidikan:
- Mendidik hambanya menjadi pribadi yang takwa serta beriman kepada Allah dengan akidah yang kuat.
- Mengajarkan hamba-Nya agar menjauhi sikap menyombongkan diri, angkuh, sewenang-wenang dan zalim serta menjauhi perbuatan maksiat.
- Mengajarkan hamba-Nya agar menjadi hamba yang berakhlak mulia, beramal saleh dan berbuat kebaikan untuk bekal di hari kemudian yang abadi.
- Mendidik hamba-Nya agar tidak tertipu kenikmatan dunia sesaat dan yang merugikan kelak di akhirat serta bersyukur atas segala karunia.
Makna Akidah:
Istilah “Aqidah” atau sering dieja “akidah” berasal dari kata bahasa Arab: al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti “ikatan”, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti “kepercayaan atau keyakinan yang kuat”, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya “mengokohkan” atau “menetapkan”, dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti “mengikat dengan kuat”.
Arti akidah menurut Islam adalah landasan iman bagi umat Muslim. Kemudian, pemahaman terhadap akidah yang benar dianggap penting untuk menjalani kehidupan sebagai Muslim.
Akidah sebagai pondasi.
Semakin dalam Akidah ini tertancap dalam jiwa dan kian kuat terpendam dalam hati sanubari, maka hal itu menjadi pendorong untuk melakukan segala kebaikan dan penolong bagi mereka yang ingin meraih segala kesuksesan, kesalehan dan istikamah.
Allah SWT berfirman :
اَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصْلُهَا ثَابِتٌ وَّفَرْعُهَا فِى السَّمَاۤءِۙ ٢٤
Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimah ṭayyibah? (Perumpamaannya) seperti pohon yang baik, akarnya kuat, cabangnya (menjulang) ke langit. (QS. Ibrahim : 24)
Ayat di atas menjelaskan tentang perumpamaan orang yang memiliki akidah atau keimanan itu layaknya sebuah pohon yang tumbuh subur, yang mana akarnya kuat menghujam ke bawah sedangkan cabang dan dahannya kokoh tinggi menjulang, dia kokoh dan kuat tidak mudah roboh diterpa angin, dan tidak akan tumbang dihantam badai, dia akan tetap berada pada tempatnya, sangat mustahil berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain maka itulah pohon yang baik sebagai perumpamaan dari akidah yang kuat.
Jadikanlah akidah itu hakekat kehidupan hati, asas pondasi pertumbuhan amalan, keistikamahan budi pekerti, serta baiknya manhaj dan jalan hidup. Akidah harus diperkuat dalam menjalani kehidupan agar tidak menyimpang dari pokok ajaran.
Rasulullah Saw bersabda :
(بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ البَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ) رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
”Islam itu dibangun di atas lima dasar: persaksian (syahadat) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah subhanahu wa ta’ala dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji (ke Baitullah) dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Mencari kehormatan melalui jabatan, kekuasaan dan harta tanpa pondasi akidah yang kuat sangatlah berbahaya karena akan menghalangi nikmat akhirat dan kemuliannya.
Allah SWT berfirman :
تِلْكَ الدَّارُ الْاٰخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لَا يُرِيْدُوْنَ عُلُوًّا فِى الْاَرْضِ وَلَا فَسَادًاۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ ٨٣
Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Kesudahan (yang baik, yakni surga) itu (disediakan) bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Qashas : 83)
Nabi Saw. bersabda:
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ …
“Kalian akan berambisi atas kekuasaan dan akan menjadi penyesalan pada hari kiamat…”.(HR. Bukhari : 7148)
Nabi Saw juga bersabda mengenai mereka yang berambisi akan harta dan kehormatan :
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
“Dua ekor serigala yang lapar kemudian dilepas, menuju seekor kambing, (maka kerusakan yang terjadi pada kambing itu) tidak lebih besar dibandingkan dengan kerusakan pada agama seseorang yang ditimbulkan akibat ambisi terhadap harta dan kehormatan” (HR. Ahmad, Nasa’, Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
Hadits di atas mengisyaratkan bahwa orang yang berambisi terhadap harta dan kehormatan (dunia) tidak akan selamat dari keutuhan keislamannya, kecuali sedikit orang yang selamat.
Permisalan yang agung ini mencakup peringatan keras dari bahaya ambisi terhadap harta dan kehormatan di dunia.
Ambisi akan jabatan dan kekuasaan juga berbahaya jika tanpa akidah yang kuat karena menyebabkan pelakunya jauh dari Allah, Rasulullah Saw bersabda :
وَمَا ازْدَادَ عَبْدٌ مِنَ السُّلْطَانِ دُنُوًّا إِلاَّ ازْدَادَ مِنَ اللهِ بُعْدًا
“Tidaklah seseorang semakin dekat kepada penguasa kecuali akan semakin jauh dari Allah” (HR. Ahmad, Abu Daud no. 4860)
Waspadalah dalam urusan hati, beramalah dengan niat yang ikhlas, dan ketahuilah sudah dekat waktunya bahwa perkara yang diinginkan oleh seseorang adalah apabila meninggal dunia, pasti berakhir.
Demikian cinta harta dan kedudukan serta ambisi terhadap keduanya dapat merusak agama dan pondasi akidah seorang muslim habis tak bersisa, kecuali Allah berkehendak lain.
Akar dari cinta kepada harta dan kemuliaan adalah mengikuti hawa nafsu.
Wahab bin Munabbih berkata: “Mengikuti hawa nafsu akan melahirkan cinta kepada dunia, cinta kepada dunia akan melahirkan cinta kepada harta dan kemuliaan, dan cinta kepada harta dan kemuliaan melahirkan sikap menghalalkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah”.
Apabila seseorang lebih mengutamakan sesuatu yang fana dan tidak sempurna, maka itu merupakan indikasi ketidaktahuannya terhadap mana yang lebih utama atau jika dia tahu maka itu merupakan indikasi dia tidak menginginkan sesuatu yang lebih utama tersebut.
Kedua hal ini menunjukkan lemahnya iman, akal, dan hatinya. Sebab, orang yang mengejar dunia, berambisi terhadapnya, dan lebih memprioritaskannya daripada akhirat. Tapi jika ia percaya namun tidak lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, maka ia adalah orang yang akalnya rusak dan tidak pandai memilih yang terbaik bagi diri sendiri.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
مُحِبُّ الدُّنْيَا لَا يَنْفَكُّ مِنْ ثَلَاثٍ : هَمٌّ لَازِمٌ ، وَتَعَبٌ دَائِمٌ ، وَحَسْرَةٌ لَا تَنْقَضِى.
Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal : kesedihan (kegelisahan) yang terus-menerus; kecapekan (keletihan) yang berkelanjutan; dan penyesalan yang tidak pernah berhenti.
Cara Menguatkan Akidah Sebagai Pondasi dalam Mengejar Jabatan dan Kedudukan Dunia yang Fana.
- Bertakwa, berinfak dan menjauhi sifat kikir
Sebagaimana firman Allah SWT:
فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا وَاَنْفِقُوْا خَيْرًا لِّاَنْفُسِكُمْۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ١٦
Bertakwalah kamu kepada Allah sekuat kemampuanmu! Dengarkanlah, taatlah, dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu! Siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. At-Taghabun : 16)
بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا إِ يَّاكُمْ وَالشُّحَّ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالشُّحِّ أَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا وَأَمَرَهُمْ
“Hati-hatilah kalian terhadap As-syuhh (kikir), sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa karena disebabkan oleh As-syuhh (kikir). As-syuhh (kikir) itu mengajak mereka untuk bakhil, maka mereka berbuat bakhil; ia itu mengajak memutuskan tali silaturrahmi, maka mereka memutuskan tali silaturrahmi; dan ia itu mengajak mereka untuk berdosa, maka mereka berbuat dosa” (HR. Abu Daud 2/324 no. 1698)
- Tidak ingin dipuji.
Allah SWT berfirman :
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَفْرَحُوْنَ بِمَآ اَتَوْا وَّيُحِبُّوْنَ اَنْ يُّحْمَدُوْا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوْا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ١٨٨
Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa (perbuatan buruk) yang telah mereka kerjakan dan suka dipuji atas perbuatan (yang mereka anggap baik) yang tidak mereka lakukan, kamu jangan sekali-kali mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih. (QS. Ali imran : 188)
- Tidak melampaui batas dan takut akan kebesaran Allah serta menahan diri dari hawa nafsunya
Sebagaimana firman Allah SWT:
فَاَمَّا مَنْ طَغٰىۖ ٣٧وَاٰثَرَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۙ ٣٨ فَاِنَّ الْجَحِيْمَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ ٣٩ وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰىۙ ٤٠فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ ٤١
- Adapun orang yang melampaui batas. 38. Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia. 39. Sesungguhnya (neraka) Jahimlah tempat tinggal(-nya). 40. Adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, 41. Sesungguhnya surgalah tempat tinggal(-nya). (QS. An-Naziat : 37-41)
- Senantiasa Beramal Saleh
Allah berfirman :
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS. Al-Baqarah : 277)
- Mencari Rezeki Halal
Karena memperoleh rizki yang halal merupakan ciri kehidupan yang baik dan mereka memiliki spiritual yang kuat, maka Allah mencintai orang yang demikian sebagaimana Rasulullah bersabda:
إنَّ للهَ تَعَالَى يُحِبُّ أَنْ يَرَى عَبْدِهِ تَعِبًا فىِ طَلَبِ الْحَلاَلِ
Sesungguhnya Allah cinta (senang) melihat hamba-Nya lelah dalam mencari yang halal. (HR. Ad Dailami)
- Senantiasa Mengingat Allah
Allah berfirman :
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d : 28)
- Menjaga Salat dan Sabar
وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ(٤٥) الَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ اَنَّهُمْ مُّلٰقُوْا رَبِّهِمْ وَاَنَّهُمْ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَ
Artinya:
- Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.
- (yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah : 45-46)
Kisah Teladan.
Disarikan dari kitab Syarhun wa bayanun lihaditsi :
Muhammad bin Sulaiman, seorang gebernur Bashrah datang menemui Hammad bin Salamah. Gubernur itu duduk di hadapan Hammad lalu bertanya: “Wahai Abu Salamah, mengapa setiap kali saya memandangmu, saya gemetar segan kepadamu ?” Beliau menjawab: “Karena seorang alim apabila menghendaki ridla Allah dengan ilmunya, maka segala sesuatu akan takut kepadanya, apabila ia menginginkan untuk memperbanyak harta dengan ilmu, maka ia takut kepada segala sesuatu”.
Barangsiapa sibuk membina dirinya untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dengan jalan mengenal Allah, takut kepada-Nya, cinta kepada-Nya, selalu merasa dalam pengawasan-Nya, tawakal, ridha dengan takdir-Nya, merasa tentram dan rindu kepada-Nya, dia akan sampai kepada-Nya dan dia tidak akan perduli dengan kedudukan yang tinggi di sisi manusia. Meskipun demikian, Allah akan memberikan kedudukan yang tinggi di mata manusia, dan mereka hormat kepadanya, padahal dia sendiri tidak menginginkan hal tersebut, bahkan lari menjauhinya dan khawatir kalau kehormatan dunia ini bisa memutuskan jalannya menuju ridla Allah.
Allah SWT berfirman:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمٰنُ وُدًّا ٩٦
“Sesungguhnya bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa cinta (dalam hati) mereka.” [QS. Maryam: 96]
Dan dalam sebuah hadits yang shahih:
“Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, Dia berfirman: “Wahai jibril Aku mencintai si Fulan, maka cintailah dia!” lalu Jibrilpun mencintainya. Lalu jibril berseru kepada penduduk langit: Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia!”, maka penduduk langitpun mencintainya. Kemudian dia di karuniai dengan diterimanya di muka bumi”. [HR. Bukhari no. 3037, 5693,7047 dan Shahih Muslim no. 2637]
Kesimpulannya mencari kehormatan akhirat akan mendapatkan kehormatan akhirat plus kehormatan dunia, meskipun ia tidak menginginkan dan tidak mencarinya. Sedangkan mencari kehormatan dunia tidak akan bertemu dan tidak akan mungkin berkumpul dengan kehormatan akhirat.
Orang yang bahagia adalah orang yang lebih mengutamakan akhirat yang kekal dibandingkan dengan dunia yang fana.
Penutup.
Do’a
الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ\
Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlak, amal dan hawa nafsu yang mungkar” (HR. Tirmidzi no. 3591)
Oleh. Ust. Prof. Dr. H. Sofyan Sauri. M.Pd.Guru Besar Universita Pendidikan Indonesia.
Demikian Kajian Ahad edisi diakhir bulan Juli 2024 kali ini, semoga bermanfaat.
Editor: Beny