BandungPunyaBerita. Com, Kota bandung – Kajian Ahad 26 Mei 2024, bersama Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd, yakni terkait isi dari kandungan surat Al- Kahfi Ayat 23 – 24: 23. Jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan hal itu besok,” kecuali (dengan mengatakan), “Insyaallah.” Ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.” (QS. Al-Kahfi : 23-24).
Lebih lanjut Prof. Sofyan Sauri menjelaskan tentang isi Surat Al- Kahfi, yang redaksi rangkum sebagai berikut.
Asbabunnuzul.
Menurut Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Kitab Jaami’ul Bayan, sebab turunnya (asbabun nuzul) ayat tersebut berkenaan dengan kisah sebagai berikut.
Suatu ketika, kaum Quraisy mengutus an-Nadlr bin al-Harts dan Uqbah bin Abi Mu’ith. Keduanya ditugaskan untuk meminta saran dari seorang pendeta Yahudi di Yastrib.
Di Yastrib, pendeta Yahudi yang dimaksud menerima an-Nadlr dan Uqbah. Kepada keduanya, ia menyarankan, “Kalian hendaknya bertanya kepada Muhammad tentang tiga perkara. Jika Muhammad dapat menjawab tiga pertanyaan ini, maka sungguh ia adalah utusan Allah. Namun, jika tak dapat menjawabnya, ia hanyalah orang biasa yang mengaku-aku sebagai nabi.”
“Apa itu?”
“Pertama, tanyakan tentang pemuda-pemuda pada zaman dahulu yang bepergian dan apa yang terjadi kepada mereka. Kedua, tanyakan tentang seorang pengembara yang sampai ke Masyriq (timur) dan Maghrib (barat) dan apa yang terjadi atas dirinya. Ketiga, tanyakan kepadanya tentang roh.”
Para utusan Quraisy itu pun pulang dengan perasaan lega. Sesampainya di Makkah, mereka melapor ke petinggi Quraisy. Tak butuh waktu lama, mereka lantas menemui Nabi Muhammad Saw di dekat Ka’bah.
Kepada beliau, mereka menanyakan ketiga persoalan, sebagaimana yang dipesankan si pendeta Yahudi.
Rasulullah Saw menjawab, “Aku akan menjawab pertanyaan kalian besok.”Namun, waktu yang disebutkan itu telah lewat. Lima belas malam lamanya Rasulullah Saw menunggu-nunggu datangnya wahyu yang dapat menerangkan tentang tiga pertanyaan itu.
Rasul Saw terus menanti, tetapi Jibril tak kunjung datang. Maka, kaum musyrikin Makkah mulai mencemooh. Rasulullah sangat berduka dan malu karena tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada kaum Quraisy.
Akhirnya, datanglah Malaikat Jibril membawa wahyu. Yakni, surah al-Kafhi ayat 23-24. Isinya menegur Nabi Saw karena memastikan sesuatu pada esok hari tanpa mengucapkan “insyaallah.”
“Inilah pengajaran Allah kepada Rasulullah Saw agar jangan memastikan suatu perkara akan terjadi tanpa halangan apa pun, kecuali menghubungkannya dengan kehendak Allah SWT.”
Interpretasi Para Mufasir:
Pertama : Tafsir Al-Qurtubiy
Di sini Allah mengajarkan bahwasanya masalah Ashabul Kahfi adalah perkara ghaib yang terjadi di masa lalu dan itu pun tak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, maka apalagi ghaib yang terjadi di masa yang akan datang.
Intinya korelasi antara ayat 23 dan 24 adalah jika Rasulullah tidak tahu tentang masa lalu kecuali setelah diberi tahu oleh Allah apalagi tentang masa depan. Jangan sampai beliau mengucapkan ingin melakukan sesuatu perbuatan kecuali mengucapkan Insyaallah terlebih dahulu, karena tidak ada yang tahu masa depan kecuali Allah.
Sebagian ahli tafsir berpendapat; apabila seseorang lupa mengucapkan Insyaallah maka disyariatkan untuk mengucapkannya sewaktu dia ingat, meskipun terlambat dalam mengucapkannya.
Kedua :
Syekh Mutawalli al-Sya‘rawi memaparkan bahwa ayat ini merupakan bentuk kasih sayang Allah pada Nabi-Nya. Allah tidak mencela Nabi saat ia tidak mengucapkan insyaallah untuk menjajikan jawaban bagi penduduk Mekah dalam satu hari.
Dari sini, menurut Syekh al-Sya‘rawi, terdapat pelajaran yang dapat dipetik bahwa saat kita membantu orang lain yang pernah berbuat salah kepada kita itu hendaknya kita jangan terlebih dahulu menyebutkan kesalahannya kepada kita secara langsung. Bantulah dia terlebih dahulu, setelah dia merasa nyaman barulah ingatkan dia pernah punya kesalahan pada kita.
Ketiga : Tafsir Ibnu Katsir
Menurut Abul Aliyah dan Al-Hasan Al-Basri, makna yang dimaksud dalam ayat ini ialah apabila kamu lupa mengucapkan pengecualian (Insyaallah), maka sebutkanlah pengecualian itu saat kamu ingat kepadanya.
Pada garis besarnya pendapat Ibnu Abbas mengatakan bahwa seseorang masih boleh mengucapkan Insyaallah, sekalipun lamanya satu tahun dari sumpahnya itu. Jika ia baru teringat ketika bersumpah ia belum menyebut kalimat Insyaallah, maka hendaklah ia menyebutkannya saat ingat.
Menurut tuntunan sunnah, hendaknya orang yang bersangkutan mengucapkan Insyaallah agar ia beroleh pahala karena mengerjakan anjuran sunah, sekalipun hal ini dilakukannya sesudah sumpahnya dilanggar.
Adapun Makna Insyaallah :
klausa “insyaallah” merupakan wujud pengakuan atas kelemahan diri di hadapan Allah sembari bekerja keras karena proses yang ditempuhnya belum menemukan kepastian hasil.
Insyaallah secara bahasa bermakna ‘apabila Allah menghendaki’. Sedangkan Syaikh Mutawalli asy-Sya’raawi dalam kitabnya Anta tas’al wal Islam Yajib mengartikannya segala sesuatu yang menyangkut “nanti atau besok”, termasuk dalam pengertian “akan datang”. Selama menyangkut “akan datang”, manusia tidak dapat memastikan kecuali bila dikehendaki Allah.
Insyaallah mengandung pendidikan tentang sikap tawaduk, penghayatan kepada makna hakiki insyaallah juga membawa manusia pada puncak kesadaran tauhid, bahwa hanya Allah tempat bergantung segala sesuatu.
Pada dasarnya, ungkapan Insyaallah adalah sebuah komitmen seorang muslim untuk menyerahkan segala sesuatu itu kepada Allah. Sebesar apapun keyakinan kita untuk menepati sebuah janji, melaksanakan suatu perbuatan, dan keinginan di masa yang akan datang, tetaplah semuanya kita kembalikan kepada Allah.
Kalimat ini mempunyai pernyataan tertinggi dari seorang manusia dalam mengerjakan sesuatu. Sekeras apapun kita melakukan suatu usaha, tetaplah hasil akhir kita kembalikan kepada Allah.
Sungguh, apabila kita menghayati kalimat suci ini, kita akan merasa bahwa Allah selalu beserta kita, menyertai kita dalam setiap langkah usaha. Tak ada kesombongan bahwa sesuatu yang kita yakini bisa terjadi sesuai dengan keinginan kita.
Ibnu Muflih mengatakan dalam Kitab Al-Adabusy Syar’iyyah :
“Memberikan tambahan kata ‘insyaallah’ dalam memberikan kabar, hukumnya mustahab (dianjurkan)”.
Imam An Nawawi mengatakan dalam Kitab Syarah Shahih Muslim:
“Dianjurkan bagi seseorang ketika mengucapkan: saya akan lakukan ini dan itu, untuk menambahkan kata ‘insyaallah taala’. Dalam rangka untuk tabaruk dan menaati perintah Allah”.
Ucapan “insyaallah” akan memudahkan urusan.
Ucapan ‘insyaallah’ sudah dianggap janji, tidak boleh sengaja mengingkarinya.
Imam Al Auza’i rahimahullah mengatakan dalam Kitab Jami’ Al-Ulum wal Hikam :“Berjanji dengan mengucapkan ‘insyaallah’, sambil meniatkan dalam hati untuk tidak melakukannya, ini adalah kemunafikan”
Para ulama mengatakan dalam Kitab Al-Adab ‘Unwanus Sa’adah: seburuk-buruk perkataan adalah ucapan ‘tidak’ setelah sebelumnya sudah berkata: ‘ya’.
Ucapan Insyaallah juga mengandaikan seseorang untuk mempercayai adanya takdir dan irâdah Allah.
Mengucapkan insyaallah juga bentuk keinsafan bahwa di balik segala peristiwa ada Sang Penentu. Tak selalu apa yang kita inginkan terwujud. Seluruhnya bersifat tidak pasti, dan justru karena itulah manusia dituntut berikhtiar.
Mengucapkan “insyaallah” merupakan wujud pengakuan atas kelemahan diri di hadapan Allah sembari bekerja keras karena proses yang ditempuhnya belum menemukan kepastian hasil. Manusia memang dilarang memastikan perbuatan yang masih dalam rencana, karena yang demikian termasuk cermin keangkuhan.
Manusia tidak mungkin mengandalkan secara mutlak dirinya sendiri. Sebagai makhluk, ia membutuhkan Sang Khaliq.
Seberapa pun besar jerih payah seseorang, tetaplah ia sebatas pada level ikhtiar. Allah telah menganugerahi manusia nurani, akal, tenaga, dan segenap kemampuan lainnya.
Cara agar Senantiasa Menerapkan Perkataan Insyaallah Sebagai Upaya Menggapai Puncak Kesadaran Tauhid
- Meneladani Kisah Teladan Para Nabi Allah
Nabi Ismail pasrah kepada Allah dan menyatakan: Insyaallah engkau akan dapati aku termasuk orang yang sabar. Akibatnya, Allah beri hasil akhir yang baik. Beliau tidak jadi menjadi obyek yang disembelih. Namun diganti dengan kambing.
Allah SWT berfirman :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ ١٠٢
Artinya,
Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.” (QS. Ash-Shaffat : 102).
- 2. Tidak bermaksiat dan senantiasa sabar ketika mengucapkan Insyaallah
Allah berfirman :
قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا
Nabi Musa berkata : Engkau akan mendapati aku insyaallah sebagai orang yang sabar dan tidak akan bermaksiat terhadap perintahmu. (Q.S al-Kahfi : 69).
- 3. Menepati janji yang telah diucapkan Insyaallah
Rasulullah Saw bersabda :
ووَدِدْتُ يا رَسولَ اللَّهِ، أنَّكَ تَأْتِينِي فَتُصَلِّيَ في بَيْتِي، فأتَّخِذَهُ مُصَلًّى، قالَ: فَقالَ له رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: سَأَفْعَلُ إنْ شَاءَ اللَّهُ
“Wahai Rasulullah, Aku berharap anda dapat mendatangi rumahku, lalu anda mengerjakan salat di sana, kemudian akan aku jadikan tempat tersebut nantinya sebagai ruangan salat di rumahku”. Dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku akan lakukan itu insyaallah”
(HR. Bukhari no.425).
- 4. Berusaha, menyusun rencana, dan mempersiapkan diri. Selebihnya adalah tawakal atau kepasrahan total atas kehendak Allah.
Allah SWT berfirman :
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. (QS. Ar-Ra’du : 11).
- 5. Menerima segala yang Allah takdirkan
Allah SWT berfirman :
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَࣖ ٢١٦
Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 216).
Demikian ulasan tentang isi kandungan dari Surah Al- Kahfi Ayat 23- 24 ini disampaikan Semoga bermanfaat.
Penutup, Do’a :
رَبَّنَآ اِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُّنَادِيْ لِلْاِيْمَانِ اَنْ اٰمِنُوْا بِرَبِّكُمْ فَاٰمَنَّاۖ رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّاٰتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْاَبْرَارِۚ ١٩٣رَبَّنَا وَاٰتِنَا مَا وَعَدْتَّنَا عَلٰى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيٰمَةِۗ اِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
- Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru pada keimanan, yaitu ‘Berimanlah kamu kepada Tuhanmu,’ maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang selalu berbuat kebaikan.
- Ya Tuhan kami, anugerahilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji.” (QS. Ali Imran : 193-194).
Oleh, Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd.
Editor: Beny