BandungPunyaBerita. Com, Jakarta, 16 Maret 2025 – Hari-hari belakang ini idiomatik mudik Lebaran semakin membahana, di mana mudik Lebaran adalah tradisi tahunan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Setiap tahun, jumlah pemudik terus meningkat, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas yang semakin tinggi. Pada tahun 2024, jumlah pemudik diperkirakan mencapai 193,6 juta orang, dengan hampir sepuluh persen di antaranya memilih menggunakan jalur laut untuk perjalanan mereka.
Tercatat pada tahun 2024 terjadi lonjakan pemudik yang cukup signifikan, yakni sebesar 56,4 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang menunjukkan bahwa tren peningkatan jumlah pemudik lewat jalur laut akan terus berlanjut. Menurut DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.H., M.Mar, bahwa untuk tahun 2025, proyeksi lonjakan pemudik diprediksi semakin besar, dan hal ini tentu membawa tantangan yang semakin kompleks di sektor transportasi laut.
Disebutkan oleh pengamat Maritim Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC) ini bahwa salah satu tantangan utama adalah keberadaan truk yang kelebihan muatan atau biasanya dikenal sebagai Over Dimension Over Loading (ODOL), keberadaan truk ODOL ini tidak hanya berbahaya bagi infrastruktur jalan tetapi juga kapal penyeberangan (kapal ferry). Truk ODOL sering diangkut menggunakan kapal ferry, dimana keberadaannya bisa memicu kerusakan pada kapal, bahkan menyebabkan kecelakaan kapal bila dihubungkan dengan sulitnya mengukur faktor risiko yang ditimbulkan oleh Truck ODOL yang diangkut kapal-kapal ferry.
“Kapal ferry, yang dirancang untuk mengangkut kendaraan dengan kapasitas tertentu, dapat rusak jika membawa truk dengan dimensi atau beban yang melebihi batas,” jelas DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.H., M.Mar, di Jakarta (16/03/2025), dengan menambahkan bahwa masalahnya semakin bertambah karena truk ODOL tidak hanya berdampak bagi trucknya sendiri, tapi juga berakibat pada tidak dapat dihitungnya stabilitas dari kapal yang mengangkutnya. Dimana stabilitas kapal adalah aspek terpenting dari sebuah kapal untuk dapat terus mengapung diatas permukaan air. Dengan tidak dapat dihitungnya stabilitas kapal dikarenakan keberadaan truk ODOL ini, tentunya dapat berisiko pada keselamatan kapal serta keselamatan penumpang dan awak kapalnya.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini, telah memberlakukan kebijakan pelarangan truk ODOL pada 2023, kehadiran kebijakan ini penting untuk mengurangi dampak negatif truk ODOL terhadap infrastruktur jalan dan dunia maritim. Menurut DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, tidak ada alasan yang mencukupi ditinjau dari aspek apapun untuk tidak melaksanakan regulasi ini di lapangan, penghapusan truk ODOL harus segera ditindaklanjuti dengan penegakan hukum yang tegas, karena kendaraan-kendaraan ini dapat menjadi ancaman, baik di darat maupun di laut.
Truk ODOL yang dibawa menggunakan kapal ferry dapat menyebabkan kecelakaan dan kerusakan struktural, serta memperburuk kelancaran arus transportasi. “Pengawasan yang ketat di pelabuhan, untuk memastikan hanya kendaraan yang memenuhi ketentuan yang diizinkan masuk ke kapal ferry, menjadi langkah penting. Bahkan saya memberi usulan H-7 sd H+7, semua truck agar bisa dilarang menggunakan kapal penyeberangan guna memastikan serta mengutamakan keselamatan para pemudik yang menggunakan jasa Kapal Ferry” tegas Capt. Hakeng.
DR. Capt. Marcellus Hakeng yang juga merupakan Dosen S2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini, mengingatkan bahwa masalah keselamatan penumpang di kapal penyeberangan selama arus mudik Lebaran juga sangat penting. Selama perjalanan mudik, tingkat kesadaran akan keselamatan di kalangan penumpang seringkali belum maksimal. “Maka pengelola angkutan penyeberangan harus lebih serius dalam memastikan setiap penumpang mengetahui cara menggunakan alat keselamatan seperti pelampung atau jaket pelampung, serta memahami prosedur evakuasi darurat. Sesaat sebelum berangkat atau maksimal 24 jam setelah penumpang naik keatas kapal, sosialisasi penggunaan serta lokasi alat-alat keselamatan diatas kapal wajin diberikan kepada para penumpang Kapal Ferry” tegas Capt. Hakeng.
Edukasi ini, tambah Capt. Hakeng, harus dilakukan sebelum kapal berangkat, mungkin melalui demonstrasi atau informasi digital yang disediakan selama pelayaran. Kru kapal juga memiliki peran vital dalam memberikan informasi keselamatan yang jelas, dan memastikan penumpang memahami dengan baik bagaimana menggunakan peralatan keselamatan yang tersedia. Menurutnya bahwa tingkat kesadaran ini, meskipun sudah ada peningkatan, masih membutuhkan perhatian lebih besar.
Selain pengetahuan tentang alat keselamatan, lanjut Capt. Hakeng, penumpang juga harus diberi pengertian tentang pentingnya penggunaan alat pelindung diri (APD), seperti masker atau pelindung tubuh, dalam situasi tertentu, seperti selama pandemi atau jika terjadi bencana alam. “Langkah-langkah preventif ini penting untuk mengurangi risiko kebingungannya penumpang saat menghadapi situasi darurat, yang dapat memperburuk keadaan,” jelasnya.
Sementara itu yang menjadi sorotan DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa dalam transportasi arus mudik 2025 adalah perkembangan penggunaan mobil listrik, yang semakin populer sebagai alternatif transportasi ramah lingkungan di masyarakat. Kita sama menyambut kehadiran alat transportasi yang relatif baru ini, namun penggunaannya juga menghadirkan tantangan baru, terutama terkait kesiapan infrastruktur pengisian daya selama perjalanan mudik. “Selama arus mudik, jika stasiun pengisian daya tidak cukup tersebar di sepanjang jalur mudik atau pelabuhan, mobil listrik bisa terjebak kehabisan daya, mengganggu perjalanan, dan menambah kemacetan. Selain itu, kapasitas baterai dan daya tampung kendaraan listrik harus diperhatikan, karena ketidaksiapan kendaraan tersebut dapat membebani pelabuhan dan memperburuk kemacetan, terutama jika mobil listrik membutuhkan waktu pengisian yang lama. Alternatif solutif berupa stasiun pengisian diatas kapal juga penting untuk digagas kedepannya,” papar Capt. Marcellus Hakeng.
Diingatkan juga olehnya bahwa penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk mempersiapkan kebijakan yang matang mengenai penggunaan mobil listrik dalam konteks transportasi mudik. “Jika infrastruktur pengisian daya belum memadai atau jika penggunaan mobil listrik berisiko menyebabkan penundaan keberangkatan kapal, sebaiknya penggunaannya dibatasi selama arus mudik 2025. Awak kapal juga harus memiliki kompetensi yang jelas mengenai bagaimana memperlakukan mobil listrik. Misal bagaimana cara pemadaman serta alat pemadam apa yang paling efektif untuk kebakaran yang ditimbulkan oleh jenis mobil ini, ilmu ini penting dikuasai awak kapal,” tegas Capt. Marcellus Hakeng seraya menekankan bahwa pembatasan ini lebih kepada langkah pencegahan untuk menjaga kelancaran dan keselamatan perjalanan pemudik.
Tantangan lainnya, tambah Capt. Marcellus Hakeng, adalah kapasitas pelabuhan yang sering tidak mencukupi untuk menangani lonjakan penumpang dan kendaraan pada saat puncak arus mudik. Kemacetan di pelabuhan, yang mengakibatkan penundaan dan ketidaknyamanan bagi penumpang, sering kali terjadi akibat volume kendaraan yang berlebihan.
“Oleh karena itu, peningkatan kapasitas pelabuhan dan sistem pengelolaan yang efisien sangat penting. Pelabuhan perlu memperbaiki fasilitasnya, mulai dari ruang tunggu yang lebih nyaman hingga sistem tiket dan registrasi yang lebih efisien. Sistem pengelolaan kendaraan dan penumpang di pelabuhan juga harus lebih terorganisir, dengan menggunakan teknologi digital untuk memantau dan mengatur aliran penumpang dan kendaraan dengan lebih baik,” ujar Capt. Marcellus Hakeng.
Menurutnya, teknologi bisa menjadi solusi penting dalam meningkatkan efisiensi di pelabuhan. Misalnya, penerapan sistem tiket digital dan aplikasi yang memberikan informasi tentang jadwal kapal dan kapasitas penumpang dapat mempercepat proses pendaftaran dan meminimalkan kerumunan. “Dengan memanfaatkan teknologi ini, pengelola pelabuhan dapat mengurangi waktu tunggu dan menciptakan pengalaman yang lebih baik bagi para pemudik. Selain itu, penggunaan teknologi juga akan meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap transportasi selama arus mudik, memastikan bahwa proses perjalanan berlangsung dengan aman dan lancar,” tuturnya.
Ditambahkan olehnya bahwa keselamatan penumpang dan kelancaran arus mudik, sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur dan sistem pengelolaan transportasi yang ada. Semua pihak, termasuk pemerintah, pengelola angkutan, dan masyarakat, perlu berkolaborasi untuk mengatasi tantangan yang ada. “Dengan upaya bersama, arus mudik Lebaran 2025 dapat berjalan lebih lancar, aman, dan efisien, menciptakan pengalaman mudik yang nyaman tanpa mengorbankan keselamatan dan kenyamanan,” imbuh Capt. Hakeng.(Harry)
Editor: Beny