BandungPunyaBerita. Com, Kota Bandung – Kajian Ahad bersama Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd., Edisi Syawal 1445 Hijrirah membahas tentang Surat Al- Hujurat ayat 10 : “Sesungguhnya Orang- orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”. (Qs, Alhujurat: 10).
Dalam riwayat Ibnu Jarir yang bersumber dari Al-Hasan menjelaskan ayat ini turun karena perkelahian dua suku yaitu kelompok aus dan khazraj.
Kejadian ini dimulai ketika Rasulullah Saw yang mengendarai keledai melewati ‘Abdullah bin Ubay Ibnu Salul’ yang sedang duduk dan berkumpul dengan rekan-rekannya.
Saat itu keledai Rasulullah buang air, lalu ‘Abdullah yang merupakan tokoh kaum munafikin berkata “lepaskan keledaimu karna baunya sangat mengganggu kami”. Sahabat nabi Abdullah Ibn Rawahaah menegur Abdullah sambil berkata “ Demi Allah, bau air seni keledai lebih wangi dari minyak wangimu” dan terjadilah pertengkaran yang mengundang kehadiran kaum masing masing-masing. Saat kedua kelompok saling memukul dengan pelepah kurma, sandal dan tangan.
Mereka semua dipanggil ke pengadilan tapi membangkang. Kemudian Allah menurunkan ayat ini sebagai peringatan kepada orang-orang yang bertengkar agar segera damai.
Intepretasi Para Musafir :
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, makna “Innamal mu’minuuna ikhwatun” yaitu semua orang itu bersaudara, terutama yang seagama. Beliau juga menjelaskan bahwa pertikaian, peperangan antar kaum mukmin merupakan bentuk kedzaliman atau aniaya, dia diibaratkan tubuh yang sedang sakit.
Rasulullah Saw bersabda,
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ ، لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ
“Orang muslim itu adalah saudara muslim lainnya. Ia tidak boleh berbuat aniaya terhadapnya dan tidak boleh pula menjerumuskannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw juga bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling berlemah-lembut di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota badan sakit, maka semua anggota badannya juga merasa demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tafsir ayat menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Asy Syawi, sebagai berikut :
Makna “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” ini menunjukkan sebuah perjanjian yang ditunaikan Allah dengan sesama orang-orang beriman. Siapapun orang yang berada di belahan timur maupun barat yang beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul-Nya, serta beriman kepada hari akhir, maka mereka adalah saudara orang-orang yang beriman.
Maka dari itu apabila terjadi perpecahan di antara sesama muslim yang bisa menyebabkan perpecahan, maka hendaklah kaum mukmin yang lain mendamaikan saudara-saudaranya.
Makna “supaya kamu mendapat rahmat.” ini menunjukkan bahwa kebaikan dunia dan akhirat pun diperoleh oleh orang-orang yang mendamaikan saudaranya yang berselisih.
Nilai-Nilai Pedagogis
1.Mendidik hambanya agar bertakwa kepada Allah dan menjaga tali persaudaraan
2.Mengajarkan hambanya agar perdamaian, kesatuan, persatuan dan menjauhi permusuhan yang mendatangkan Rahmat-Nya.
3. Mendidik hambanya agar mendi insan yang memperhatikan saudaranya dalam suka dan duka.
4. Menerapkan Akhlak mulia dengan membangun ikatan ukhuwah Islamiyah wahaniah dengan silaturahmi dan halal bihalal.
Makna Ukhuwah.
Menurut Ar-Raghib Al- Ashfahani dala Mufadrat Alfazhil Qur’an ukhuwah secara etimologi berasal dari kata akhun yang artinya,”berserikat dengan yang lain, karena kelahiran dari kedua belah pihak, atau salah satunya atau karena persusuan”.
Secara etimologi ukhuwah islaniyah adalah jalinan persaudaraan yang didasari keimanan kepada Alla dan Rasul-Nya. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan bahwa orang-orang mukmin adalah saudara meskipun berbeda-beda suku bangsa, adat, warna kulit dan tingkat sosial ekonomi
Allah berfirman:
خَبِيْرٌ وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS. Al-Hujurat : 13).
Halal bi Halal: Makna, Sejarah, dan Esensinya
Makna Halal bi halal,
Secara bahasa, halal bi halal terdiri dari dua kata, yaitu halal dan bihalal yang secara harfiah mempunyai pengertian halal dengan halal, halal dibalas dengan halal, ridha dibalas dengan ridha, rela dibalas dengan rela, maaf dibalas dengan maaf. Arti halal bil halal umumnya dilakukan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan oleh sekelompok orang.
Arti halal bil halal bertujuan menghormati sesama manusia, dalam bingkai silaturahmi. Halal bil halal menjadi kesempatan bagi individu untuk mengakui kesalahan mereka, meminta maaf kepada orang-orang yang mungkin telah terluka dan memulai lembaran baru dengan hati yang tulus. Halal Bihalal juga mengingatkan kita tentang nilai-nilai luhur seperti kesederhanaan, kerendahan hati, dan rasa syukur.
Halal bihalal bukan sekedar ritual keagamaan, tapi menyangkut kemanusiaan. Karena silaturrahim berasal dari dua kata, yaitu silah bermakna positif dan rahim bermakna kasih sayang.
Halal bihalal berarti menyelesaikan problem, kesulitan, meluruskan benang kusut, dan mencairkan sesuatu yang beku. Jadi, halal bihalal dikonotasikan pada kegiatan silaturrahim atau saling memaafkan.
Makna Silaturahmi
Secara bahasa, silaturahmi dalam bahasa asalnya, yaitu bahasa Arab terdiri dari dua kata, silah yang artinya adalah pemberian atau hubungan yang menyambungkan antara dua orang atau bahkan lebih.
Kemudian yang perlu dipertegas bahwa ‘rahmi’ dengan ‘rahim’ merujuk kepada kantong selaput dalam perut seorang ibu di mana janin dikandung selama kurang lebih sembilan bulan. Sehingga dapat dimaknai bahwa tali persaudaraan dalam silaturahmi berlaku pada saudara yang memiliki hubungan nasab.
Sementara lain, silaturahmi sendiri biasa diartikan oleh para ulama sebagai perbuatan baik kepada para kerabat, baik dengan harta atau bantuan atau kunjungan atau bahkan hanya dengan ucapan salam.
Keutamaan Silaturahmi,
Akan Allah panjangkan umurnya, diluaskan rezekinya dan diselamatkan dari kematian yang buruk
Nabi Saw. bersabda:مَنْ سَرَّهُ أنْ يَمُدَّ اللهُ في عُمُرِه وَيُوَسِّعَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ وَيَدْفَعَ عَنْهُ
مِيْتَةَ السُّوْءِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (رَوَاهُ الْحَاكِمُ فِي الْمُسْتَدْرَكِ)
“Barangsiapa ingin diperpanjang umurnya, diluaskan rezekinya dan diselamatkan dari kematian yang buruk oleh Allah, maka hendaklah ia sambung tali Silaturahim, dengan kerabatnya. ( HR, Al-Hakim dalam al Mustradak).
Bagaimana Cara Merajut Ikatan Ukhuwah Islamiah, Insaniah, dan Wataniah Melalui Halal bi Halal serta Silaturahmi
- Jangan bercerai berai
Allah berfirman :“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat–ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk”. (QS. Ali-Imran : 103).
2. Mencintai saudaranya
Rasulullah Saw bersabda:لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ“Tidalah sempuna keimanan seorang kamu sehingga ia mencintai bagi saudaranya apa- apa yang dia cintai bagi dirinya sendiri. (HR. Bukhari, Muslim, Tarmidzi, Nasa’i dan Darimi).
3. Saling menghargai, saling menolong, dan saling melindungi
Rasulullah Saw bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Muslim adalalah saudara muslim yang lainnya, jangan saling menganiaya dan saling menghina. Barangsiapa membantu memenuhi kebutuhan saudaranya, niscaya Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa memberi jalan kemudahan bagi saudaranya, niscaya Allah akan membukakan pintu kemudahan baginya. Dan barangsiapa menutupi aib saudaranya, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat (HR Bukhari, Tirmidzi, Abu dawud, dan Ahmad).
4. Tidak memandang rupa dan harta, dalam sebuah hadis Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa dan harta kalian, tetapi Dia memandang hati dan amal perbuatan kalian.” (HR Muslim).
5. Tidak berselisih pendapat
Allah berfirman :
وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلَا يَزَالُوْنَ مُخْتَلِفِيْنَۙ
Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat), (QS. Hud : 118).
6. Mencintai tanah air, menjaga kerukunan dan pertahanan negara
Rasulullah Saw bersabda :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ المَدِينَةِ، أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا»
Ketika Rasulullah hendak datang dari bepergian, beliau mempercepat jalannya kendaraan yang ditunggangi setelah melihat dinding kota Madinah. Bahkan beliau sampai menggerak-gerakan binatang yang dikendarainya tersebut. Semua itu dilakukan sebagai bentuk kecintaan beliau terhadap tanah airnya. ” (HR. Bukhari).
Kisah Teladan
Perbedaan suku, ras, bangsa, bahkan agama di Yatsrib tidak menjadi penghalang bagi Nabi Muhammad untuk membangun sebuah negara yang bersatu dan berdaulat, tapi justru menjadi kesempatan baginya dalam mempersatukan umat yang bahkan sempat terjebak dalam konflik saudara selama puluhan tahun.
Setelah berhasil menebar benih-benih komunitas Muslim di Yatsrib, seiring dengan penindasan kaum Quraisy Makkah terhadap umat Muslim yang semakin menjadi-jadi, Nabi Muhammad bersama umatnya hijrah ke negara yang kelak dinamainya Madinah pada 622 M. Ada yang menarik pada peristiwa ini, yaitu Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin sebagai pendatang dan kaum Anshar sebagai pribumi.
Nabi menyadari para Muhajirin migrasi ke negara baru tidak membawa apa-apa. Semua harta tidak bisa mereka bawa. Sebagai solusinya, Nabi mempersaudarakan mereka dengan Muslim pribumi. Keputusan ini disambut baik oleh kedua belah pihak, bahkan kaum Anshar rela membagi separuh hartanya untuk saudara baru mereka. Padahal, secara ekonomi kaum pribumi juga sedang tidak membaik. Keimanan dan semangat persatuan dalam jiwa merekalah yang telah berhasil menyatukan.
Nabi Muhammad Saw memulai kepemimpinannya dengan menyatukan kaum Anshar dan Muhajirin. Nabi menegakkan ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan sesama umat Islam, antara kaum Muhajirin yang datang dari Makkah, kaum Anshar, pribumi Madinah, dan berbagai bangsa lain seperti orang Persi, orang Rum atau Bizantium. Nabi mengokohkan tali persaudaraan sesama umat Islam, disatukannya antara orang-orang Muhajir dengan Anshar dan bangsa lain dalam persaudaraan yang penuh kasih sayang.
Selain membina persaudaraan sesama orang-orang Islam atau ukhuwah Islamiyah di kota Madinah, Nabi Muhammad juga membina ukhuwah wathaniyah, sehingga mengarahkan pada penduduk Madinah dari suku apapun dan agama apapun agar menjaga keamanan kota Madinah. Mereka diarahkan agar bersatu mempertahankan kota Madinah, apabila ada serangan dari luar.
Selanjutnya Nabi Muhammad membina persaudaraan antara sesama umat manusia atau ukhuwah insaniyah. Dalam mengatur di kota Madinah, yang penduduknya terdiri dari berbagai suku, ras dan agama, Nabi saw membuat perjanjian dengan berbagai kalangan yang disebut Konstitusi Madinah, atau Piagam Nabi Muhammad
Di antara isi butir-butir perjanjian itu adalah agar kedua belah pihak Muslim dan Yahudi saling melindungi, menyatakan musuh bersama kepada siapa saja yang bermaksud menyerang Madinah, dan siapapun yang melanggar perjanjian ini berarti telah berbuat zalim.
Dari kisah Rasulullah membangun negara Madinah dapat diambil hikmah bahwa perbedaan bukan menjadi penghalang untuk menciptakan kerukunan, tetapi justru peluang untuk mewujUdkan persatuan. Wallahu a’lam.
Penutup.
Doa,
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رِيْم
“Ya Tuhan kami, ampunilah kami serta saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Hasyr : 10).
Editor: Beny