BandungPuber. Com — Dugaan korupsi tercium lagi di Kabupaten Cianjur. Kali ini, terjadi pada pembangunan Pasar Rakyat Tanggeung. Korupsi sepertinya sudah diatur sedemikian rupa, mulai dari pengadaan lahan tanah, mark up anggaran, hingga sumber pendanaan yang menabrak aturan.
Kebijakan revitalisasi pasar memang sesungguhnya berawal dari program Nawa Cita pemerintahan pusat di bawah naungan Kementerian Perdagangan RI yang menginginkan adanya revitalisas 5000 pasar rakyat. Ini tercantum dalam anggaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang hendak mendorong agar ekonomi rakyat bisa terus tumbuh.
Tapi program itu seperti mendapatkan angin segar bagi para koruptor lokal yang berusaha memanipulasinya guna mengeruk keuntungan pribadi atau kelompok. Bermula dari pengadaan lahan tahun 2017 yang ternyata milik anggota DPRD Kabupaten Cianjur 2014-2019 bernama Yusuf Roida Faisal. Kejanggalan makin terendus ketika pembelian lahan seluas 1,6 hektar itu tidak sesuai harga wajar, yaitu 1,5 juta per meter.
Aktivis Aliansi Masyarakat Peduli Pasar, Luhur Nugroho mengatakan modus demikian kerap terjadi di banyak tempat, khususnya di Kabupaten Cianjur dan sudah jelas terindikasi dugaan korupsi dan sangat mudah pengusutan dan pembuktiannya.
“Jika model skema nya begitu, mudah sekali ditelusuri, terutama bagi penjual lahan pasar yang riskan dijebloskan ke penjara karena jual belinya tidak wajar. Apalagi YRF ini ketika itu masih sebagai DPRD setempat yang tentunya “main mata” dengan oknum Pemda,” ujarnya.
Menurut sumber lain kami yang tidak bersedia disebutkan namanya, tanah tersebut juga bukan milik Yusuf Roida Faisal sendirian, melainkan keluarga besarnya dalam status saudara sedarah, di antaranya Rahman (mantan Kepala Sekolah SDN Tanggeung), Ade Gozali (pemilik Warung Uwak Engking, Gunung Subang), Hj. Ida Rosida beserta anaknya Neng Yulia yang berperan sebagai penghubung ke Pemda Cianjur.
Menurut Luhur sudah tentu, keputusan pembelian lahan ini patut diduga diwarnai dengan aksi suap menyuap di antara oknum Pemda dan DPRD setempat. Persekongkolan ini berangkat dari masa Bupati Ivan Rivalno periode 2016-2021 yang terciduk OTT KPK pada 2018 lalu.
Padahal jika mengikuti prinsip _good governance_, pembelian lahan itu tidaklah mendesak. Sebab pasar yang ada sekarang di Jalan Raya Tanggeung, masih memungkinkan untuk dilakukan revitalisasi tanpa harus memindahkan pasar ini.
Apabila memang ingin dipaksakan pindah lokasi, masih banyak lahan yang layak dengan harga terjangkau, salah satunya di dekat Akan Jaya Motor (dealer Honda) atau Sekolah MAN 3 Cianjur milik H. Dadang Jengi yang masih berjarak kurang 1 km dari Pasar Tanggeung yang lama.
Anehnya lagi, pengerjaan pasar baru dilakukan pada tahun 2020 yang telah melewati siklus penganggaran yang sudah ditentukan regulasi. Pemda Cianjur yang menerima anggaran pembangunan pasar tipe A senilai Rp 11,5 miliar, namun realisasinya bertipe C yang seharusnya hanya Rp.5,8 miliar dan bangunannya pun tidak sesuai dengan prototipe sesuai JUKNIS Artinya terdapat selisih margin yang patut diusut tuntas.
Dalam hal ini, dapat dipastikan setidaknya menabrak tiga regulasi sekaligus yang berpotensi kuat mengandung tindak pidana korupsi, yakni Perpres No.112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, Peraturan Menteri Perdagangan No.61/M-DAG/PER/8/2015 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Perdagangan, dan Peraturan Menteri Perdagangan No.56/M-DAG/PER/2014 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
“Proses pembangunan pasar Tanggeung ini harus merujuk dan sesuai regulasi yang ada, cek apakah sesuai atau tidak. Jika tidak berarti sudah masuk tindak pidana korupsi dan aparat hukum harus bergerak,” pungkas Luhur.*Ask
Editor: Beny