BandungPunyaBerita. Com, Kota Bandung- Kajian Ahad edisi Juli 2024 bersama Prof. Dr.H. Sofyan Sauri., M.Pd, terkait kandungan isi Surah Al-Anbiya Ayat 7 : Menyelami Kewajiban Beragama Harus dengan Ilmu dan Larangan Beragama dengan Hawa Nafsu, yang redaksi rangkum, pada Minggu, (21/07/2024).
Ust. Sofyan menjelaskan isi Surah Al- Anbiya menurut beberapa Tafsir.
Dalam Tafsir Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an dijelaskan,
Ayat ini merupakan bantahan terhadap syubhat orang-orang yang mendustakan rasul yang mengatakan, “Mengapa rasul itu tidak seorang malaikat saja, sehingga tidak butuh makan, minum, pergi ke pasar? Demikian pula, mengapa mereka tidak kekal?”
Allah menjawab syubhat ini, bahwa para rasul sebelum Muhammad Saw , mereka semua adalah manusia, termasuk Nabi Ibrahim As yang diakui semua kalangan bahkan oleh orang-orang musyrik yang menganggap dirinya berada di atas ajaran Nabi Ibrahim As, padahal tidak.
Ayat ini meskipun sebabnya khusus, yakni untuk bertanya keadaan para rasul kepada orang yang berpengetahuan (ahli ilmu), akan tetapi ia umum, sehingga apabila seseorang tidak memiliki ilmu tentang masalah agama yang ushul (dasar) maupun yang furu’ (cabang), maka ia diperintahkan untuk bertanya kepada orang yang mengetahuinya.
Dalam ayat ini tedapat perintah belajar dan bertanya kepada ahlinya. Kita tidak diperintahkan bertanya kepada ahli ilmu, kecuali karena ahli ilmu berkewajiban mengajarkan dan menjawab sesuai yang mereka ketahui. Diperintahkan bertanya kepada ahli ilmu menunjukkan dilarangnya bertanya kepada orang yang terkenal kebodohannya dan tidak berilmu, dan larangan baginya untuk maju menjawab pertanyaan.
Menurut Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Quran karya Al-Imam Al-Qurtubi
Firman-Nya: Fas’alu ahlaz-zikri (tanyakan kepada ahli zikri)
Apabila para orang kafir itu masih belum bisa menerima argumentasi ini, silahkan saja mereka bertanya kepada ahluz zikri. Sufyan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ahlaz-zikri adalah para ahli Taurat dan Injil yang telah beriman kepada nabi Muhammad Saw. (sudah masuk Islam).
Disebut mereka itu ahluz-zikri (makna zikr adalah mengingat), karena mereka paham dan mengerti betul kisah para nabi terdahulu yang belum dikenal oleh bangsa Arab. Dan para kafir Quraisy memang terbiasa bertanya kepada ahli Taurat dan Injil tentang nab-nabi terdahulu. Di sini Allah menegaskan kembali untuk bertanya kepada mereka bila belum tahu.
Ayat ini juga mengingatkan kita bahwa dalam pencarian ilmu dan kebenaran, kita harus merendahkan diri dan siap untuk bertanya kepada mereka yang memiliki pengetahuan lebih dalam tentang suatu masalah. Ini adalah sikap yang bijaksana, dan ketika kita tidak tahu sesuatu, kita harus mencari jawabannya dari sumber yang tepercaya.
Nilai Pendidikan
- Mendidik hamba-Nya agar meningkatkan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya serta meyakini ajaran yang disampaikan dari para Rasul-Nya.
- Mengajarkan hamba-Nya untuk memperdalam ilmu dan wawasan dari para ahlinya agar selamat dari pemikiran yang menyesatkan dari agama.
- Mendidik hamba-Nya agar senantiasa menjaga hawa nafsu dan tidak gegabah dalam menghukumi suatu perkara tapi menjadikan syariat sebagai tuntunan.
- Mengajarkan hamba-Nya agar berakhlak karimah dan menghindari sikap yang suka mencela, mencemooh dan mengingkari para ulama yang taat pada Allah.
Lebih lanjut ust Sofyan menjelaskan bahwa menurutnya Memahami ilmu agama merupakan kewajiban atas setiap muslim dan muslimah.
Rasulullah Saw. bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. [HR. Ibnu Majah no:224, dan lainnya dari Anas bin Malik]
Oleh karena itulah termasuk kesalahan yang sangat berbahaya adalah berbicara masalah agama tanpa ilmu dari Alloh dan Rasul-Nya melalui ajaran yang dibawanya.
Imam Ahmad bin Hambal dalam karyanya Thabaqat Al Hanabilah mengatakan, “Manusia lebih membutuhkan ilmu agama daripada roti dan air minum. Karena manusia butuh kepada ilmu agama setiap waktu, sedangkan mereka membutuhkan roti dan air hanya sekali atau dua kali dalam sehari”.
Islam itu mulia dan kalian akan menjadi mulia karena menuntut ilmu. Berikhtiarlah, berusahalah sebagai usaha kalian mempelajari ilmu untuk kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Sungguh ilmu itu bermanfaat untuk kehidupan kalian sekarang dan yang akan datang (akhirat). Rasulullah Saw. bersabda :
تَعَلَّمُوْا وَعَلِّمُوْا وَتَوَاضَعُوْا لِمُعَلِّمِيْكُمْ وَلَيَلَوْا لِمُعَلِّمِيْكُمْ
Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkan ilmu padamu. (HR. Tirmidzi).
Alasan-alasan di atas yang terus menerus dipublikasikan telah membuat kalangan awam meyakini bahwa diri merekalah yang berada di jalan kebenaran, sehingga para ulama (kiai, ustadz, ajengan, guru) yang memiliki spesialisasi di bidang ilmu agama justru mereka dustakan, dan bahkan dianggap sesat karena telah menganjurkan perlunya mengikuti salah satu dari empat madzhab fikih yang ada, yaitu Madzhab al-Hanafi, al-Maliki, al-Syafi’i, dan al-Hanbali.
Berapa banyak di antara kaum awam yang bermaksud untuk mencegah kemungkaran tetapi justru tanpa menyadari telah terjerumus ke lembah kemungkaran yang lebih besar lagi.
Berapa banyak di antara mereka yang merasa sedang “berjihad” dan merasa bakal masuk surga dikelilingi para bidadari. Padahal sesungguhnya sedang melakukan perbuatan jahat, mati sia-sia, dan telah mengorbankan nyawa-nyawa manusia lainnya.
Beragama tanpa ilmu dan penuh arogansi itu sangat merusak, merugikan, dan bahkan membahayakan kemanusiaan.
Allah berfirman :
قُلْ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْاِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَاَنْ تُشْرِكُوْا بِاللّٰهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهٖ سُلْطٰنًا وَّاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ٣٣
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang tampak dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, dan perbuatan melampaui batas tanpa alasan yang benar. (Dia juga mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan bukti pembenaran untuk itu dan (mengharamkan) kamu mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.” [QS. Al-Araf : 33).
Larangan Beragama dengan Nafsu
Pengertian Nafsu secara umum adalah sebuah perasaan atau emosional jiwa pada manusia yang mencondongkan kepada sesuatu yang disukainya.
Kemudian, jika nafsu itu kita condongkan kepada sesuatu yang baik dan sesuai syariat, maka ini adalah nafsu terpuji, dan sebaliknya, jika mengarah pada sesuatu yang buruk atau bertolak belakang dengan syariat, maka ini merupakan nafsu tercela.
Jadi, dalam proses menjalani kehidupan ini, hawa nafsu bisa dikatakan teman jika kita mengarahkannya ke hal-hal yang baik. Dan sebaliknya, nafsu bisa menjadi musuh diri kita jika mengarah ke hal-hal yang buruk atau tercela.
Imam Ali bin Abil ‘Izzi Al-Hanafi rohimahulloh berkata: “Barangsiapa berbicara tanpa ilmu, maka sesungguhnya dia hanyalah mengikuti hawa-nafsunya.”
Allah berfirman :
فَاِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ اَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ اَهْوَاۤءَهُمْۗ وَمَنْ اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوٰىهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَࣖ ٥٠
Jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti keinginannya tanpa mendapat petunjuk dari Allah? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. [QS. Al-Qasas : 50].
Waspadai yang mengarahkan kendali nafsu kita adalah akibat bujuk rayu setan yang menjerumuskan agar kita berani mengatakan sesuatu yang tidak kita ketahui serta berbuat jahat dan keji.
Allah berfirman :
اِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوْۤءِ وَالْفَحْشَاۤءِ وَاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ١٦٩
Sesungguhnya (setan) hanya menyuruh kamu untuk berbuat jahat dan keji serta mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.
Fenomena Viralnya tentang keberadaan seseorang yang kontroversial. Seorang yang mengaku memiliki kemampuan supranatural yang musykil; mengakui mampu berkomunikasi dengan bahasa semut dan binatang melata.
Dia juga mengakui dapat berkomunikasi dan bertatap muka langsung dengan malaikat maut (Izrail) melalui video call. Lebih parahnya lagi beliau mengemukakan bahwa dirinya mampu melakukan lobi spiritual agar para santri dibebaskan dari pertanyaan Malaikat Munkar Nakir di alam kubur, tidak hanya sampai di situ dia juga mengatakan mampu menguasai bahasa Suryani dan telah menuliskan lebih dari 500 buah kitab dalam bahasa Suryani.
Bagi sebagian orang fenomena ini adalah lelucon yang tidak perlu ditanggapi. Tapi bagi kalangan agamawan fenomena ini adalah sebuah kasus yang mesti diluruskan mengingat tidak sedikit masyarakat yang mempercayai keyakinan dan bahkan menjadi pengikut setia.
Dengan demikian kemungkinan fenomena ini lebih pada masalah kejiwaan berupa gairah pada ketenaran yang berlebihan sehingga memunculkan apa yang namanya Spiritual Narsisme. Sebuah kecenderungan yang menganggap dirinya memiliki kemampuan lebih sehingga mampu menjelajahi dunia spiritual yang supranatural.
Fenomena ini perlu diluruskan oleh pihak atau lembaga keagamaan seperti MUI karena menyangkut keyakinan teologi (akidah) tentunya dengan cara dialog dan pencerahan pemikiran.
Jika dibiarkan potensial akan menyesatkan keyakinan umat, terutama masyarakat awam yang belum mampu memahami agama secara benar dan belum mampu memaksimalkan penalaran dengan baik.
Oleh karena itu diperlukan upaya maksimal untuk menciptakan generasi tangguh akidah yang mampu menerjemahkan dalil agama dan dalil penalaran dalam merespons tantangan agama yang selalu terjadi secara berulang.
Bahayanya berbicara masalah agama tanpa ilmu
- Sebuah kesesatan dan dapat menyesatkan orang lain
Rasulullah Saw, bersabda :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang ‘alim-pun, orang-orang-pun mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain. (HR. Bukhari no:100, Muslim, dan lainnya).
- Menanggung orang-orang yang telah dia sesatkan
Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu adalah orang sesat dan mengajak kepada kesesatan, oleh karena itu dia menanggung dosa-dosa orang-orang yang telah dia sesatkan. Rasulullah Saw. :
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HR. Muslim no:2674, dari Abu Hurairah).
- Termasuk orang yang kafir
Allah berfirman :
……فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوْا بِاٰيٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلًاۗ وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ ٤٤
Oleh karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah. Siapa yang tidak memutuskan (suatu urusan) menurut ketentuan yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.
Bagaimana cara kita beragama dengan ilmu dan menjauhi hawa nafsu tercela ?
- Menjauhi ucapan dusta dengan mengadakan kebohongan
- Bertakwa dan janganlah mendahului Allah dan Rasul-Nya
- Tidak mengikuti sesuatu yang tidak diketahui
- Tidak mengikuti hawa nafsu dan senantiasa berdoa agar diberikan nafsu yang dirahmati Allah
Allah berfirman :
۞ وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٥٣
Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Yusuf : 53].
Demikian Kajian Ahad kali ini bersama Ust Sofyan Sauri, Semoga bermanfaat bila ada salah itu karena kekhilafan apabila benar itu datangnya dari Allah AWT.
Abu Ad-Darda radhiallahu’ahu mengatakan dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir : “seandainya saya mendapatkan satu ayat dari Al Qur’an yang tidak saya pahami dan tidak ada seorang pun yang bisa mengajarkannya kecuali orang yang berada di Barkul Ghamad (yang jaraknya 5 malam perjalanan dari Mekkah), niscaya aku akan menjumpainya”. Sa’id bin Al Musayyab juga mengatakan, “saya terbiasa melakukan rihlah berhari-hari untuk mendapatkan satu hadits”
Dalam Kitab Tahdzibut Tahdzib karya Ibnu Hajar menyebutkan Ayah dari Yahya bin Ma’in adalah seorang sekretaris Abdullah bin Malik. Ketika wafat, beliau meninggalkan 100.000 dirham untuk Yahya. Namun Yahya bin Ma’in membelanjakan semuanya untuk belajar hadits, tidak ada yang tersisa kecuali sandal yang bisa ia pakai.
Demikian beberapa kisah perjuangan memperdalam ilmu agama tanpa henti, ikhlas dan terus memperdalam ilmunya.
Penutup, Do’a:
اللّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
“Ya Allah, pahamkanlah dia terhadap agama dan ajarkanlah (ilmu) tafsir kepadanya.” (HR. Ahmad).
Editor: Beny